Akankah Bahasa Kita Menghilang

Berawal dari percakapan bersama seorang sahabat. mengomentari sebuah logo yang berbunyi “Generation Enlighment”. Dia melontarkan suatu pertanyaan kepadaku, “Jar, Fajar, Yang bener itu Generation Enlighment atau Enlighment Generation?” Untuk saat itu aku belum nyambung dengan omongannya, bahwa dia mengomentari sebuah logo. aku jawab, “ga tahu lah kelihatannya yang bener tuh Enlighment Generation.” Kemudian dia menunjukkan tulisan besar yang berbunyi “Generation Enlighment”. Seketika aku ragu apakah aku yang salah, karena aku tidak begitu ahli dalam berbahasa asing.

Pembicaraan yang tadinya dimulai dari hal yang begitu sederhana kini berkembang menjadi pemikiran yang lebih luas. Muncul pertanyaan-pertanyaan yang kritis dari percakapan yang kami lakukan. Seperti, “Kenapa kita sebagai bangsa Indonesia malah membuat slogan-slogan dengan bahasa asing?”. Juga pertanyaan “Adakah kemungkinan kita akan kehilangan bahasa kita sendiri, karena bagitu banyak generasi muda (hal ini adalah jawa karena saya tinggal di Jawa) tidak paham aksara jawa (huruf jawa)”.

Dikampus, pemikiran ini masih berlanjut. Melihat dari sahabat-sahabat saya yang lebih suka menggunakan istilah asing dari pada istilah dari bahasa kita sendiri. Kata meeting lebih sering digunakan dari pada kata pertemuan atau rapat oleh sebagian sahabat. Atau kalau sering ke masjid fakultas, kata antum atau ana lebih banyak digunakan oleh para sahabat dari pada kata kamu atau saya. Katanya lebih islami. Atau ketika istirhat dalam acara seminar, kenapa harus menggunakan istilah break, apakah kata istirahat tidak cukup mewakili?

Sungguh suatu yang memprihatinkan buatku. Dengan tulisan ini, saya mengajak sahabat-sahabat saya untuk membudayakan bahasa kita. jangan sampai bahasa kita tidak lagi digunakan di negri kita sendiri.

Diterbitkan oleh FajarNugroho

Seorang yang sekarang bergelut dengan komputer dan bahasa bahasa asing yang tidak biasa digunakan oleh manusia pada umumnya.

15 tanggapan untuk “Akankah Bahasa Kita Menghilang

  1. karena eh karena jar, rumput tetangga lebih hijau!
    jadi misalkan, karena besaarnya kekaguman yang tidak diimbangi dengan landasan pengetahuan bisa saja, ketika kita menemukan secarik kertas berisikan daftar belanja dalam bahasa arab, maka kita bisa saja menyangka itu adalah doa. Padahal nyatanya hanya daftar belanja.

    Tanya kenapa?

    Suka

  2. speechless.. ga tau harus komentar apa mas fajar, karena saya termasuk pada yang menggunakan istilah asing itu sendiri, keterbatasan saya yang harus menyerap 3 bahasa sekaligus terkadang membuat saya menjadi lebih repot jika harus menggunakan pure bahasa indonesia. karena itu saya tidak bisa berkomentar, tapi menurut saya, . bahasa indonesia tidak akan hilang, ini hanyalah sebuah bentuk globalisasi, bukankah baik jika kita bisa menggunakan berbagai bahasa? karena akan bisa menyerap ilmu dari manapun,. dari bahasa apapun…

    dimulai dari bahasa yang sederhana ke tingkatan yang lebih tinggi nantinya.. 🙂

    itu hanya pikiran saya loh…

    Suka

    1. If u wanna hit international market, it would be wiser using English.

      Just like the pharma-lab where i currently working. The company name, logo, and almost all products are in English. Coz we’re targeting not only national market but also international i.e. Australia, Asia, and Mid-East.

      No offense at all. Saya cuma mau bilang, bijak atau tidak, menurut saya dinilai bukan dari saya orang Indonesia jadi kudunya pake bahasa ya bahasa Indonesia. Bijak -> menempatkan sesuatu pada tempatnya. Tapi tidak kaku dengan kondisi geografis dan latar belakang.

      Suka

  3. bagaimana pun kedepanya semua kebudayaan mengacu pada kebudayaan global. bahasa indonesia masih butuh banyak bahasa untuk diserap, baik dari luar negara atau dari lokal kedaerahan di Indonesia. Bayangkan saja pada titik ini pun kita mungkin tidak merasakan bahasa daerah kita yg juga mengalami keadaan yg sama. bisakah kita menuduh bahasa Indonesia yg menggusurnya? Tidak. Masyarakat indonesia disatukan dari bahasa juga (dlm sumpah pemuda). Kemudian ini menjadi soal bagaimana menempatkan sesuatu pada tempatnya & membuka diri.

    Suka

  4. Yah..sara rasa nggak mungkin bahasa kita menghilang. walaupun banyak generasi muda yang ngerti aksara jawa, bukan berarti mereka lupa akan hakikat sebenarnya dari aksara jawa, tulisan jawa di adopsi dari tulisan sansekerja jaman kerajaan kuno, dan esensi dari tulisan jawa itu adalah mengajarkan nilai2 moral, etika, kebersahajaan pemikiran budaya dan falsafah ketimuran yang mempunyai nilai tinngi, yang tak pernah dipunyai bangsa barat..satu hal yang paling saya syukuri, saya bangga menjadi orang jawa

    Suka

  5. mungkin karena mmg maraknya persaingan global yg menuntut org2 untuk bisa berbahasa asing, esp english itu, dan agar penduduk asing bisa memahami apa yg kita sampaikan 🙂 cmiiw
    makasih kunjungannya yak mas! aku tgg komennya..

    Suka

  6. Setiap bahasa ada kemungkinan untuk menghilang. Pertama, apabila masyarakat pemakainya juga mulai punah, seperti yang terjadi di beberapa bahasa daerah suku-suku di papua. Bahkan ada yang penuturnya tinggal segelintir orang saja. Kedua, jika sengaja ditinggalkan oleh pemakainya. Bagaimana dengan bahasa Indonesia? Mungkin saja, tetapi kapan terjadinya kita nggak tahu pasti. Yang jelas sikap bahasa masyarakat pemakai bahasa Indonesia masih pistif. Kalaupun ada yang bersikap negatif, hanya segelintir. Tetapi kecenderungan sikap negatif terhadap bahasa Indonesia, ya, tidak bisa dibiarkan.
    Perlu diketahui, orang yang menggunakan bahasa Indonesia dengan campuran bahasa Inggris, menandakan orang itu tidak cerdas berbahasa, language quotion-nya kurang. Begitulah sekedar urun rembuk.

    🙂 Salam,

    Mochammad
    http://mochammad4s.wordpress.com/

    Suka

Tinggalkan komentar